Makalah Sosiologi Pedesaan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sosiologi pedesaan merupakan
salah satu cabang sosiologi yang mempelajari dan menganalisis budaya masyarakat
pedesaan secara sosiologis, yang meliputi organisasi dan stuktur, nilai-nilai
dan proses-proses sosial, dan juga termasuk perubahan-perubahan sosial. Objek
kajian dari studi sosiologi pedesaan adalah masyarakat desa dengan pola-pola
kebudayaan yang ada di desa tersebut. Desa merupakan satuan administratif yang
diatur oleh pemerintah, selain itu desa diartikan sebagai suatu sistem yang
merupakan suatu kesatuan yang utuh, terbentuk secara berkesinambungan dalam
kurun waktu yang relatif lama.
Seorang sosiolog terkemuka yaitu
Pitirim A. Sorokin menyatakan bahwa sistem berlapis-lapis merupakan ciri yang
tetap dan umum dalam setiap masyarakat yang hidup teratur, seperti yang terjadi
pada desa. Hal tersebut menyebabkan stratifikasi sosial yang melekat pada
desa. Stratifikasi sosial dapat dipengaruhi oleh kekuasaan dan peran yang
terdapat dalam kedudukan sosial seseorang. Faktor-faktor yang menjadi ukuran
atau kriteria sebagai dasar pembentukan dasar pelapisan sosial yaitu, ukuran
kekayaan, ukuran kekuasaan dan wewenang, ukuran kehormatan, dan ukuran ilmu
pengetahuan. Kedudukan sosial merupakan tempat seseorang secara umum dalam
masyarakatnya yang berhubungan dengan orang lain, dalam arti lingkungan
pergaulannya, prestisenya, dan hak-hak serta kewajiban-kewajibannya.
Di dalam sebuah desa biasanya
terdapat orang-orang yang dihormati, berpendidikan, memiliki kekuasaan dan
wewenang serta memiliki kekayaan. Hal tersebut mengindikasikan adanya
lapisan-lapisan yang akan terbentuk di Desa Krekel yang biasa disebut dengan
stratifikasi sosial. Lapisan yang terdapat dalam stratifikasi sosial tersebut
terbagi menjadi tiga bagian yaitu lapisan atas, lapisan menengah, dan lapisan
bawah. Lapisan atas umumnya terdiri dari orang-orang yang memiliki kekayaan,
kekuasaan dan wewenang. Sedangkan untuk lapisan menengah terdiri dari
orang-orang yang terdidik, sementara untuk lapisan bawah terdiri dari
masyarakat miskin. Dari uraian tersebut kelompok kami ingin mengetahui siapa
saja yang ikut membantu permasalahan yang dihadapi oleh lapisan bawah, apakah
lapisan atas, lapisan menengah, pihak yang berada di luar desa ataukah lapisan
bawah tersebut yang menyelesaikan masalah mereka sendiri.
1.2
Rumusan Masalah
Bagaimana srtatifikasi sosial
yang terbentuk di Desa Krekel?
Bagaimana dampak yang terjadi
akibat adanya stratifikasi sosial di Desa Krekel?
Bagaimana peranan setiap lapisan
dalam mengatasi masalah lapisan bawah?
1.3 Tujuan
Mengetahui stratifikasi sosial
yang terjadi di Desa Krekel.
Mengetahui dampak yang terjadi
akibat adanya stratifikasi sosial di Desa Krekel.
Mengetahui peranan setiap lapisan
dalam mengatasi masalah lapisan bawah.
1.4 Manfaat Penelitian
Memperoleh gambaran dan menambah
khasanah pengetahuan tentang stratifikasi yang terjadi di desa tersebut.
Hasil penelitian ini diharapkan
dapat berguna bagi kalangan akademis untuk melakukan penelitian selanjutnya.
Dapat membantu pemerintah serta
penyuluh untuk memperbaiki pembangunan desa tersebut.
BAB II
PENDEKATAN TEORITIS
2.1
Tinjauan Pustaka
Kata stratification berasal
dari stratum (jamaknya : strata yang berarti lapisan). Social
stratification adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam
kelas-kelas secara bertingkat (secara hierarkis). Perwujudannya adalah adanya
kelas-kelas tinggi dan kelas yang lebih rendah. Dasar dan inti lapisan-lapisan
dalam masyarakat adalah tidak adanya keseimbangan dalam pembagian hak-hak dan
kewajiban-kewajiban, kewajiban-kewajiban dan tanggung jawab nilai-nilai sosial
dan pengaruhnya di antara anggota-anggota masyarakat (Sorokin (1959) dalam
Soekanto (1987)).
Berbeda dengan pendapat Soekanto,
Pareto dalam Kartodirjo menemukan dua strata penduduk diantaranya :pertama,
lapisan yang lebih tinggi, golongan elite yang dibagi lagi kedalam dua
kelompok, yaitu elite yang memerintah dan elite yang tidak memerintah. Kedua,
lapisan yang lebih rendah, yang bukan elite dan mungkin berpengaruh juga dalam
pemerintahan. Konsepsi Pareto ini ada hubungannya dengan karya Gaetanomosca.
Mosca mengemukakan bahwa dalam suatu masyarakat senantiasa muncul dua kelas : kelas
yang memerintahdan kelas yang tidak memerintah. Namun, ada pula unsur
lain dalam teori Mosca yang sedikit mengubah cetusan pokok-pokok pikirannya
semula. Unsur tersebut adalah munculnya suatu kelas menengah baru yang lebih
besar jumlahnya
Ukuran atau kriteria yang
menonjol atau dominan sebagai dasar pembentukan pelapisan sosial adalah sebagai
berikut : Pertama, ukuran kekayaan. Kekayaan (materi atau kebendaan) dapat
dijadikan ukuran penempatan anggota masyarakat ke dalam lapisan-lapisan sosial
yang ada, barang siapa memiliki kekayaan paling banyak maka ia akan termasuk
lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial, demikian pula sebaliknya, barang
siapa tidak mempunyai kekayaan akan digolongkan ke dalam lapisan yang rendah.
Kekayaan tersebut dapat dilihat antara lain pada bentuk tempat tinggal,
benda-benda tersier yang dimilikinya, cara berpakaiannya, maupun kebiasaannya
dalam berbelanja
Kedua, ukuran kekuasaan dan
wewenang, seseorang yang mempunyai kekuasaan atau wewenang paling besar akan
menempati lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial dalam masyarakat yang
bersangkutan. Menurut Mac. Iver dalam Soekanto (1987) terdapat tiga pola umum
dari sistem lapisan-lapisan kekuasaan yaitu : Tipe Kasta adalah
sistem lapisan kekuasaan dengan garis-garis pemisahan yang tegas dan kaku. Tipe
senacam ini biasanya dijumpai pada masyarakat-masyarakat yang berkasta yang
hampir tak terjadi gerak sosial vertikal;Tipe Oligarkis yang masih
mempunyai garis-garis pemisah yang tegas, akan tetapi dasar pembedaan
kelas-kelas sosial ditentukan oleh kebudayaan tersebut terutama dalam hal
kesempatan yang diberikannya kepada para warga masyarakat untuk memperoleh
kekuasaan-kekuasaan tertentu. Tipe semacam ini dijumpai pada masyarakat-masyarakat
feodal yang telah berkembang; Tipe Demokratis menunjukkan
kenyataan-kenyataan akan adanya garis-garis pemisah antara lapisan yang
bersifat mobile sekali. Kelahiran tidak menentukan seseorang berkuasa
akan tetapi kemampuan dan keberuntungan yang menentukan seseorang berkuasa.
Ketiga, ukuran kehormatan dapat
terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan atau kekuasaan. Orang-orang yang disegani
atau dihormati akan menempati lapisan atas dari sistem pelapisan sosial
masyarakatnya. Ukuran kehormatan ini sangat terasa pada masyarakat tradisional,
biasanya mereka sangat menghormati orang-orang yang banyak jasanya kepada
masyarakat, para orang tua ataupun orang-orang yang berprilaku dan berbudi
luhur.
Keempat, ukuran ilmu pengetahuan sering
dipakai oleh anggota-anggota masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan.
Seseorang yang paling menguasai ilmu pengetahuan akan menempati lapisan tinggi
dalam sistem pelapisan sosial masyarakat yang bersangkutan (Soekanto, 1987).
Unsur-unsur dalam teori sosiologi
yang mewujudkan tentang sistem berlapis-lapis dalam masyarakat adalah kedudukan
dan peranan. Kedudukan sosial adalah tempat seseorang secara umum dalam
masyarakatnya yang berhubungan dengan orang-orang lain dalam arti lingkungan
pergaulannya, prestisenya, dan hak-hak serta kewajiban-kewajiban.
Kedudukan sosial tidaklah semata-mata berarti kumpulan kedudukan
seseorang dalam kelompok-kelompok yang berbeda, akan tetapi kedudukan sosial
mempengaruhi kedudukan seseorang dalam kelompok-kelompok sosial yang berbeda (Roucek
dan Warren (1962) dalam Soekanto (1987)).
Masyarakat pada umumnya
mengembangkan dua macam kedudukan yaitu: Pertama, Ascribed-Statusmerupakan
kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa memperhatikan perbdeaan-perbedaan
kerohaniah dan kemampuan. Kedudukan tersebut diperoleh karena kelahiran,
misalnya kedudukan anak seorang bangsawan adalah bangsawan pula. Kedua, Achieved-Status adalah
kedudukan yang dicapai oleh seseorang dengan usaha-usaha yang disengaja.
Kedudukan tidak diperoleh atas dasar kelahiran, akan tetapi bersifat terbuka
bagi siapa saja, tergantung dari kemampuannya masing-masing dalam mengejar
serta mencapai tujuan-tujuannya, misalnya setiap orang dapat menjadi hakim
apabila memenuhi persyaratan-persyaratan yang meliputi telah menempuh beberapa
pendidikan tertentu, syarat-syarat kepegawaian, dsb (Soekanto, 1987).
Peranan merupakan aspek yang
dinamis dari kedudukan atau status. Apabila sesorang melaksanakan hak-hak dan
kewajiban-kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu
peranan. Pembedaan antara kedudukan dari peranan adalah untuk kepentingan ilmu
pengetahuan, keduanya tidak dapat dipisah-pisahkan, karena satu dengan yang
lain saling bergantung dan tak ada peranan tanpa kedudukan atau kedudukan tanpa
peranan (Soekanto, 1982). Tiga hal yang mencakup suatu peranan adalah : Pertama,
peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi-posisi atau tempat
seseorang dalam masyarakat. Kedua, peranan adalah suatu konsep perihal apa
yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi. Ketiga,
peranan dapat dikatakan sebagi perilaku individu yang penting bagi struktur
masyarakat (Levinson (1964) dalam Soekanto (1987)).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang kami lakukan
adalah penelitian kualitatf dengan mengunakan metode wawancara terhadap
orang-orang yang dianggap memilki informasi mengenai objek penelitian.
3.2 Lokasi dan Waktu
Penelitian
Penelitian dilakukan di Desa
Karehkel, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Penelitian ini berlangsung
pada tanggal 18-20 Desember 2009.
3.3
Tenik Pengumpulan Data
Data yang digunakan adalah data
primer dan data sekuder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung
dengan informan di RW 04 dan RW 10, yang kami temui dengan menggunakan panduan
pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Data sekunder diperoleh dari
studi pustaka mengenai teori-teori yang berkaitan dengan tema.
Wawancara yang dilakukan
menggunakan panduan pertanyaan yang telah dipesiapkan sebelumnya (ada pula yang
spontan). Panduan pertanyaan tersebut telah mewakili alat analisis yang kami
gunakan dengan mengimplementasikan ke dalam bentuk pertanyaan yang mudah
dimengerti oleh para informan.
3.4
Teknik Analisis Data
Data diperoleh dari hasil wawancara
kami dengan para informan di RW 04 dan RW 10, hasil pengamatan, atau kutipan
dari berbagai dokumen yang kami analisis sejak pertama kali ke lapangan sampai
penelitian berakhir. Kemudian setelah data terkumpul dilakukan suatu proses
pemilihan, pemusatan, serta penyederhanaan data kasar untuk dibuat kesimpulan
berdasarkan sub tema yang kami angkat. Dengan proses tersebut diharapkan akan
menghasilkan suatu outline laporan akhir yang dapat memudahkan peneliti untuk
menyelesaikan laporan hasil penelitian secara terstruktur.
BAB IV
GAMBARAN UMUM DESA
4.1
Keterangan Umum
Desa Karehkel merupakan salah
satu desa yang berada di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Desa ini
terdiri dari 13 RW, 36 RT, dan 4 dusun dengan luas daerah ± 520 hektar. Tanah
di Desa Karehkel lebih didominasi oleh tanah kering dan persawahan. Karena
kondisi tanah yang kering maka wilayah di desa Karehkel lebih cocok ditanami
tanaman bayam dan kangkung.
Desa ini dinamakan Desa Karehkel
karena pada zaman dahulu ditemukan seekor ikan yang bernama “Kehkel” ketika
orang-orang sedang memancing. Selain itu, desa ini memiliki empat Kelompok
Tani, diantaranya : Mitra Tani, Sugih Tani, Barokah Tani, dan Pandan Wangi.
Akan tetapi dari keempat Kelompok Tani tersebut yang masih aktif adalah Kelompok
Sugih Tani.
4.2
Mata Pencaharian Desa
Sebagian besar masyarakat Desa
Karehkel bekerja sebagai petani. Profesi petani tersebut terdiri atas petani
lahan dan petani tak berlahan. Hal ini terbukti dari banyaknya lahan pertanian
yang ada di Desa Karehkel. Selain petani, mata pencaharian di Desa Karehkel
terdiri dari PNS, Pedagang, dan Supir Angkot (Odong-odong).
4.3
Kelembagaan Pertanian Desa
Masyarakat di Desa Karehkel
awalnya menggunakan pertanian konvensional yaitu pertanian sayuran dan padi non
organik. Kedatangan Mr. Hwang dari Taiwan untuk melakukan penelitian tanah di
Desa Karehkel, telah memberikan suatu perubahan baru pada sistem pertanian di
desa tersebut. Disamping melakukan penelitian, beliau juga menawarkan suatu
inovasi unuk perbaikan sistem pertanian, yaitu perubahan dari sistem pertanian
konvensional menjadi sistem pertanian organik. Namun, hal ini lebih dikhususkan
untuk pertanian sayuran. Informasi disampaikan kepada GAPOKTAN (Gabungan
Kelompok Tani), yang selanjutnya GAPOKTAN menyebarkan informasi ini kepada
kelompok tani di desa tersebut.
4.4 Sarana dan Prasarana
Dari segi sarana dan prasarana,
Desa Karehkel sudah tergolong cukup baik. Terlihat dari banyak sarana kesehatan
yang terdiri dari Puskesmas Pembantu dan Puskesdes. Puskesmas pembantu dibangun
oleh pemerintah, dan buka atau memmberikan pelayanan setiap hari, sedangkan
Puskesdes dibangun oleh pihak swasta dan buka atau memberikan pelayanan pada
hari sabtu. Disamping itu, terdapat sarana transportasi yang terdiri dari
angkot (± 70 unit) dan ojek (± 30 unit). Untuk prasarana pendidikan, desa ini
memiliki satu bangunan Sekolah Dasar (SD) dan dua bangunan Sekolah Menengah
Pertama (SMP). Di Desa Karehkel juga terdapat Koperasi, yaitu Koperasi Pandan
Wangi. Koperasi ini lebih banyak beranggotakan perempuan dibandingkan laki-laki.
BAB V
PEMBAHASAN
5.1
Stratifikasi Sosial yang Terbentuk di Desa Karehkel
Mengacu pada pendapat Pitirim A.
Sorokin (1959) dalam Soekanto (1987) stratifikasi sosial merupakan pembedaan
penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (secara
hierarkis). Soekanto (1987) menyatakan bahwa kriteria pembentukan kedudukan
sosial diantaranya kekayaan, kekuasaan, kehormatan, dan pendidikan. Kami
meninjau bahwa stratifikasi sosial yang terbentuk di desa Karehkel RW 04 dan RW
10 terdiri dari tiga lapisan, yaitu lapisan bawah, lapisan menengah, dan
lapisan atas. Berdasarkan hasil turun lapang kali ini, kami menggunakan ukuran
kekuasaan sebagai kriteria pembentukan kedudukan sosial untuk ketiga lapisan
tersebut.
Untuk memudahkan klasifikasi
masyarakat ke dalam lapisan atas, tengah dan bawah, berikut penjelasan dari
masing – masing lapisan di Desa Karehkel :
Lapisan atas merupakan anggota
masyarakat yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi masyarakat di Desa
Karehkel. Di Desa Karehkel orang yang dianggap mempunyai kekuasaan adalah Bapak
Yunus (RW 04) dan Bapak Saefudin (RW 10). Hal ini dibuktikan dari hasil turun
lapang berdasarkan wawancara dengan beberapa warga di Desa Karehkel. Menurut
penuturan beberapa warga, seperti Ibu Emang, Doni, Ibu Samin, Ibu Ratna, Ibu
Rina, Pak Sholeh, dll. Mereka sama-sama menyebutkan bahwa orang yang
berpengaruh dan disegani di desa tersebut adalah Bapak Yunus di RW 04 dan Bapak
Syaifudin di RW 10. Kedua orang tersebut mempunyai kesamaan profesi yang
bergerak dalam bidang keagamaan. Mereka dinilai mempunyai kekuasaan karena
perkataan dan pendapat mereka yang mengacu kepada Al-Qur’an dan Hadits selalu
didengar oleh warga. Selain itu, mereka juga ikut berperan dalam pengambilan
keputusan suatu masalah yang terjadi di desa tersebut.
Lapisan menengah merupakan
anggota masyarakat yang mempunyai posisi sebagai ketua kelompok tani yang
bernama Bapak Sholeh (Ketua Kelompok Sugih Tani). Hal ini dibuktikan dari hasil
kunjungan dan wawancara kami secara langsung kepada Bapak Sholeh. Dari hasil
wawancara, terlihat bahwa beliau memiliki akses informasi langsung terhadap
pihak luar yaitu Mr. Huang dari Taiwan tentang sistem pertanian organik. Oleh
karaena itu, beliau mempunyai kekuasaan dalam membina anggota kelompoknya.
Selanjutnya, anggota kelompok tersebut akan menyebarkan informasi tentang
penyuluhan kepada buruh tani.
Lapisan bawah merupakan anggota
masyarakat yang berprofesi sebagai buruh tani. Mereka tidak memiliki pengaruh
dalam pengambilan keputusan secara langsung. Selain itu mereka tidak memiliki
sumber daya yang cukup dan tidak mau menerapkan inovasi. Adapun alas an mereka
tidak mau menerapkan inovasi pertanian organik karena sistem pertanian ini
membutuhlkan modal yang sangat besar untuk pembelian net, perawatan yang sulit
dan resiko kerugian yang ckup tinggi apabila mengalami gagal panen.
Berdsarkan penjelasan diatas
dapat diilustrasikan melalui tabel di bawah ini :
Tabel 5.1.1 Stratifikasi Sosial
di Desa Karehkel
No
|
Kelas Masyarakat
|
Kelompok Masyarakat yang
Menempati
|
Temuan Lapang Terkait
|
Aspek Pembentuk
|
1
|
Atas
|
Tokoh agama
|
Jawaban dari masyarakat (Ibu
Emang, Ibu Rina, Bapak Samin, Bapak Jendi,dll)
|
Kekuasaan
|
2
|
Menengah
|
Ketua kelompok tani
|
Berdasarkan hasil wawancara
langsung dengan pihak yang bersangkutan (Bapak Soleh)
|
Kepemilikan informasi dan lahan
|
3
|
Bawah
|
Petani dan buruh tani
|
Kunjungan dan wawancara
langsung
|
Tidak memiliki sumber daya dan
akses informasi
|
Menurut Mac. Iver dalam Soekanto
(1987) terdapat tiga pola umum dari sistem lapisan-lapisan kekuasaan yaitu:
tipe kasta, tipe oligarkis, dan tipe demokratis. Berdasarkan ukuran kekuasaan
dari tiga lapisan diatas, maka pola sistem lapisan kekuasaan yang terbentuk di
Desa Karehkel adalah tipe demokratis. Tipe ini menunjukkan kenyataan-kenyataan
akan adanya garis-garis pemisah antara lapisan yang bersifat mobile sekali.
Tipe demokratis ditentukan dari kemampuan dan keberuntungan seseorang yang
berkuasa. Kedudukan yang dimiliki oleh penguasa dari masing-masing lapisan
bukan berasal dari kelahiran, tetapi diperoleh berdasarkan usaha mereka
sendiri, misalnya tokoh agama yang menduduki lapisan atas di desa tersebut
memperoleh jabatan sebagai Ketua MUI karena ilmu yang didapatkan selama
bersekolah di pesantren.
5.2 Dampak yang Terjadi Akibat Adanya Stratifikasi Sosial
di Desa Karehkel
Stratifikasi yang terdapat pada
Desa Karehkel menyebabkan adanya ketimpangan sosial diantara masing-masing
lapisan. Hal ini terjadi karena penyebaran informasi mengenai inovasi tentang
penerapan sistem pertanian yang lebih berkelanjutan kurang merata. Lapisan atas
yang merupakan pemuka agama tidak memiliki andil dalam menyampaikan informasi
mengenai pertanian, karena lapisan ini tidak mempunyai kepentingan terhadap
bidang pertanian. Sedangkan, lapisan tengah yang mendapat informasi tentang
sistem pertanian berkelanjutan (sistem pertanian organik) dari pihak swasta,
hanya menyebarkan ke sebagian wilayah Desa Karehkel. Namun, lapisan bawah yang
mendapatkan informasi tersebut tetap menggunakan sistem pertanian konvensial
dan tidak melakukan perubahan terhadap sistem pertaniannya. Akhirnya, mereka
pun berusaha sendiri untuk memajukan dan mensejahterakan kehidupannya.
5.3 Peran Setiap Lapisan dalam
Mengatasi Permasalahan Lapisan Bawah
Di Desa Karehkel terdapat
berbagai lapisan masyarakat. Ditinjau dari indikator kekuasaan menurut Pitirim
A. Sorokin (1959), kami melihat Desa Karehkel terdiri dari tiga lapisan yaitu
lapisan bawah, menengah, dan atas. Kami menggunakan indikator kekuasaan karena
indikator tersebut sangat terlihat jelas jika dibandingkan dengan indikator
kekayaan, pendidikan dan kehormatan.
Lapisan atas terdiri dari tokoh
agama yang disegani oleh masyarakat setempat karena memiliki pengetahuan agama
yang kebenarannya sudah dapat dipastikan, sehingga apa pun yang diinformasikan
oleh tokoh agama tersebut selalu dipercaya oleh masyarakat. Lapisan menengah
terdiri dari ketua kelompok tani kerena ketua kelompok tani memiliki kekuasaan
memberitahu dan mempengaruhi anggota kelompoknya dalam pengambilan keputusan
pada saat adopsi inovasi berlangsung. Lapisan bawah terdiri dari lapisan petani
mandiri dan buruh tani kerena mereka tidak memiliki kekuasaan untuk membuat
suatu keputusan adopsi inovasi tetapi mereka hanya dapat menyampaikan pendapat
mereka mengenai inovasi tersebut.
Diantara ketiga lapisan tersebut
permasalahan yang sering muncul terjadi pada lapisan bawah, yaitu tidak adanya
hak atas kepemilikan lahan. Disamping itu lapisan atas tidak berkontribusi atas
kesejahteraan petani. Mereka tidak menyokong kehidupan petani, terutama dalam
ekonomi. Mereka hanya bertindak sebagai pemberi saran atas penyelesaian masalah
tanpa turun langsung menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh para petani.
Sedangkan lapisan menengah yang terdiri dari ketua kelompok tani hanya
berkontribusi memberikan informasi dan melaksanakan pembinaan pertanian organik
untuk petani mandiri dan buruh tani di desa tersebut. Lapisan menengah mendapat
pendidikan tentang pertanian organik dari pihak swasta yang bekerja sama dengan
IPB. Namun, petani di Desa Karehkel tidak dengan mudah menerima inovasi, karena
mereka menganggap pertanian organik mahal dalam segi pelaksanaannya. Kebanyakan
dari mereka tetap bertani sayuran non-organik dan padi non-organik yang tidak
baik untuk kesehatan. Jadi, lapisan bawah menyelesaikan permasalahan mereka
dengan usaha sendiri. Segala keputusan mengenai informasi yang didapat guna
meningkatkan taraf hidupnya berada di tangan mereka sendiri.
BAB VI
PENUTUP
6.1
Kesimpulan
Masyarakat Desa Karehkel terdiri
dari tiga lapisan masyarakat, yaitu lapisan atas, lapisan menengah dan lapisan
bawah. Pendekatan yang dilakukan dalam kegiatan turun lapang kali ini adalah
pendekatan objektif dengan menggunakan variabel kekuasaan sebagai tolak ukur
untuk menentukan lapisan masyarakat. Dari hasil analisis dapat disimpulkan
bahwa anggota masyarakat yang termasuk golongan atas adalah tokoh masyarakat
(pemuka agama), sedangkan golongan menengah adalah ketua kelompok tani.
Sementara itu, golongan bawah adalah buruh tani.
Adapun sistem stratifikasi
lapisan masyarakat di Desa Karehkel bersifat terbuka atau disebut Achieved
Status.Oleh karena itu tipe masyarakat di desa tersebut dikategorikan kedalam
Tipe Demokratis. Peranan antar lapisan mengindikasikan adanya ketimpangan
sosial. Hal ini disebabkan kurangnya kontribusi dari lapisan atas maupun
lapisan menengah terhadap lapisan bawah. Lapisan atas tidak terlibat dalam
membantu permasalahan di bidang ekonomi petani. Adapun lapisan menengah hanya
berkontribusi dalam memberikan informasi mengenai inovasi pertanian kepada
lapisan bawah.
6.2
Saran
Desa Karehkel merupakan daerah
yang potensial untuk mengembangkan sumberdaya di bidang pertanian. Kesempatan
ini harus dimanfaatkan oleh para petani, terutama kelompok tani yang sudah
terbentuk untuk meningkatkan keterampilan dan hasil produksi pertanian. Di
samping itu, buruh tani sebaiknya dapat memanfaatkan informasi yang didapatkan
dari kelompok tani yang sudah memiliki pengetahuan yang cukup dalam bidang
pertanian.. Hal ini dikarenakan kontribusi dari pihak luar (Taiwan dan IPB)
sudah baik dalam memberikan bimbingan kepada kelompok tani di Desa Karehkel.
DAFTAR PUSTAKA
Iver Mac. 1954. “The Web of
Government” dalam Sosiologi Suatu Pengantar,
Editor : Soerjono Soekanto,
Rajawali Pers : Jakarta
Levinson. 1964. “Role,
Personality, and Social Structure” dalam Sosiologi Suatu Pengantar,
Editor : Soerjono Soekanto, Rajawali Pers : Jakarta
Roucek S. Joseph, Warren. 1962. “Sociology,
an Introduction” dalam Sosiologi Suatu Pengantar, Editor :
Soerjono Soekanto, Rajawali Pers : Jakarta
Soekanto Soerjono. 1987. Sosiologi
Suatu Pengantar. Rajawali Pers : Jakarta
Sorokin Pitirim. A. 1959. “Social
and Cultural Mobility” dalam Sosiologi Suatu Pengantar, Editor :
Soerjono Soekanto, Rajawali Pers : Jakarta
http://journal.uny.ac.id/index.php/jppm
Penulis
Agung Widodo
PLS UNY 2015
Makalah Sosiologi Pedesaan
Reviewed by Agungwee777
on
00:15
Rating:

No comments: